Pj Bupati Dedy Supriyadi Inginkan Kolaborasi Tanggulangi Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan
LYNNUSANTARA.COM, CIKARANG PUSAT – Penjabat Bupati Bekasi Dedy Supriyadi memimpin rapat bersama unsur Forkopimda membahas strategi pencegahan dan penanganan kasus terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bekasi, di ruang rapat KH. R Ma’mun Nawawi, Gedung Bupati Bekasi, Cikarang Pusat, pada Kamis (12/09/2024).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi ini dihadiri Asda 1 Sri Enny Mainiarti dan diikuti oleh unsur UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak di setiap kecamatan.
Pj Bupati Dedy Supriyadi menyampaikan Pemerintah Kabupaten Bekasi berupaya menanggulangi dan mencegah kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak secara lintas sektor. Mulai dari Pemerintah, Kejaksaan, hingga TNI-Polri.
Menurut Dedy angka kasus di Kabupaten Bekasi terbilang tinggi sepanjang tahun 2024, bahkan terbilang kondisinya darurat. Karena itu rapat tersebut dalam rangka merumuskan program konkret untuk menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak.
“Intinya Pemerintah Kabupaten Bekasi bersama Forkopimda mendukung adanya kolaborasi dalam penanganan kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak,” ungkapnya.
Karena itu dalam menekan angka kasus serupa, Pemkab Bekasi bersama lintas sektor akan menggelar program konkret dengan sasaran intinya para pelajar dan kaum perempuan.
“Jadi kolaborasi ini melibatkan semua unsur khususnya dinas-dinas terkaitnya ya, ada Disdik ada DP3A, Kesbangpol dan lainnya,” tuturnya.
Secara konkret pendidikan untuk menekan angka kekerasan secara kontinyu ini akan dinamakan Sekolah Kolaborasi Pembinaan Orientasi Mental dan Pola Karakter Kebangsaan (Sekolah Kompol). Rencananya akan dilaunching di Bulan Oktober 2024.
“Kita tidak ingin terjadi lagi ada nyawa hilang. Ini benar-benar komitmen kita terutama untuk diminimalisir sampai dengan kalau bisa zero angka kekerasannya,” ungkapnya.
Dedy juga menandaskan akan melakukan evaluasi kepada Tim Pencegahan Penanganan Kekerasan yang ada di setiap satuan pendidikan di bawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi. Kendati sudah semua sekolah membentuk, tetapi dia akan memonitoring mengenai keaktifan dan kerja-kerja yang dilakukan tim tersebut.
Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, Iis Sandra Yanti menjelaskan berdasarkan data yang dimilikinya di Kabupaten Bekasi 4 tahun belakangan pada tahun 2020 terjadi 70 kasus kekerasan,dan meningkat pada tahun 2023 sebanyak 269 kasus. Tren tertinggi sebaran kasus ini kebanyakan adalah kekerasan seksual.
“Kita di Kabupaten Bekasi menduduki peringkat kedua di Jawa Barat dalam angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak, dari 27 kabupaten dan kota,” jelasnya saat menyampaikan strategi pencegahan.
Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui DP3A, telah melakukan upaya pelayanan dalam menekan angka kasus kekerasan ini. Misalnya dilaksanakan oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta layanan perempuan dan anak yang ada di Kecamatan dan desa.
“Dari 269 kasus ini, kasus kekerasan fisik sebanyak 34 kasus. Kekerasan seksual 42 kasus, KBGO 17 kasus, KDRT 51 kasus, Bullying 18 kasus, persetubuhan 32 kasus, dan lainnya 72 kasus termasuk tawuran,” ungkapnya.
Dalam menekan angka kasus, DP3A telah berkolaborasi dengan kepolisian, Kejaksaan, Kemenag, Bapas, LPSK, KPAD, Kodim 0509/Kabupaten Bekasi, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Balai Perempuan dan perangkat daerah Kabupaten Bekasi.
“Pemkab Bekasi sudah membentuk UPTD dan Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak yang tugasnya melakukan pembentukan jejaring untuk mempercepat proses penanganan kasus. Kemudian kami sudah membentuk PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) targetnya semua desa, tapi saat ini baru 7 desa,” tuturnya.
Dalam pembahasan rapat ini, terang Iis, dibahas secara fokus mengenai Sekolah Kompol yang leading sector-nya ada di Kesbangpol.
“Yang akan kita upayakan selanjutnya yaitu program anak membutuhkan perlindungan khusus (AMPK), kasus tawuran, bullying, itu merupakan AMPK, kemudian Sekolah Kompol dan pengoptimalan TPPK di sekolah, agar kita tahu sejauh mana bisa menyelesaikan dan bekerja jangan sampai di sekolah terjadi bullying atau tawuran,” pungkasnya. (red)
Post Comment